24 Desember 2009

Buntut Pelarangan Lima Buku, Kejaksaan Agung Bakal Disomasi



Kamis, 24 Desember 2009 | 15:46 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Kejaksaan Agung yang baru saja melarang lima judul buku kemarin bakal segera disomasi salah satu penerbit buku tersebut. Institut Sejarah Sosial Indonesia, penerbit Dalih Pembunuhan Massal – Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto karangan John Roosa, akan melayangkan surat somasi pekan depan.

"Kami minta Kejaksaan mencabut keputusan itu dalam waktu dua-tiga minggu. Ini karya ilmiah yang sudah beredar di Indonesia hampir dua tahun, dan terbukti tidak ada keresahan apapun," ujar Direktur Institut Sejarah Hilmar Farid kepada Tempo, Kamis (24/12).

Kemarin Jaksa Agung Muda Intelijen Iskamto dalam siaran persnya melarang lima buku. Selain buku Roosa, ada pula Lekra Tak Membakar Buku Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965 karangan Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan; Suara Gereja bagi Umat Tertindas Penderitaan, Tetesan Darah, dan Cucuran Air Mata Umat Tuhan di Papua Barat Harus Diakhiri karya Cocrates Sofyan Yoman; Enam Jalan Menuju Tuhan karya Darmawan MM; serta Mengungkap Misteri Keberagamaan Agama yang ditulis Syahrudin Ahmad.

Karena masalah ini berkaitan dengan hukum, Roosa yang dihubungi melalui telepon belum mau berkomentar. Pengajar University of British Columbia, Kanada, itu mempersilakan Tempo untuk menghubungi penerbitnya saja.

Menurut Hilmar, alasan mengganggu ketertiban umum seperti yang lazimnya digunakan dalam tiap pelarangan oleh negara sudah tidak relevan. Ia menyayangkan masih dipakainya beleid lama, Undang-undang nomor 4 / PNPS / 1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-Barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum. "Konteks sejarahnya berbeda sekali dengan keadaan sekarang," ucap dia.

Jika Kejaksaan Agung tak mencabut keputusannya, kata Hilmar, ia berencana menggugat secara hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Ia menyatakan praktek pelarangan itu tidak bisa dibiarkan, dan harus diubah karena tak transparan.

Pengawasan barang cetakan diatur dalam Kepja 190/A/JA/3/2003 tanggal 25 Maret 2003 yang menetapkan sebuah badan bernama Clearing House. Komposisi Clearing House melibatkan multi institusi seperti Kepolisian, Badan Intelejen Negara, TNI, Departemen Agama, dan Departemen Pendidikan Nasional.

Buku Roosa, berjudul asli Pretext for Mass Murder, awalnya dilansir University of Wisconsin Press bulan Agustus 2006 lalu. Dengan bantuan Institut Sejarah, Roosa mewawancara hingga 400 orang saksi hidup kejadian 30 September 1965. Namun narasumber utamanya adalah Supardjo, deputi bawahan Letnan Kolonel Untung. Roosa menggunakan berkas persidangan Mahmilub Supardjo di tahun 1967 untuk mengungkap penyebab kekacauan 1965.

Perlu waktu sekitar 1,5 tahun untuk menerjemahkan dan menyunting buku Roosa. Pada Maret 2008 akhirnya buku diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Hilmar, yang turut dalam penelitian dan penyuntingan, mengatakan dari sepuluh ribu eksemplar yang dicetak, sekitar lima ribu hingga enam ribu buah telah laku dijual. Di berbagai kota, dari Jakarta hingga Jember, diskusi tentang buku itu digelar, dan hingga kini tak ada huru-hara yang terjadi akibat karya Roosa tersebut.

BUNGA MANGGIASIH

Tidak ada komentar: