29 September 2010

Suharto, Angkatan Darat, dan Amerika Serikat

Dari sudut pandangan kami, sudah barang tentu, percobaan kup yang gagal oleh PKI boleh jadi merupakan perkembangan yang paling efektif untuk memulai pembalikan arah kecenderungan politik di Indonesia. Howard P. Jones, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, 10 Maret 1965

Dubes AS untuk RI, Marshall Green dan Presiden Suharto. Desember 1967
Bagi Aidit penggunaan para perwira progresif secara rahasia untuk menyisihkan pimpinan tertinggi sayap kanan Angkatan Darat tentunya tampak sebagai strategi yang cerdas. Baik partai maupun Presiden Sukarno dapat diselamatkan dari Dewan Jenderal dengan satu gebrakan cepat dan tak langsung. Pada saat-saat permulaan Gerakan 30 September tampak akan berhasil: pasukan dikerahkan tanpa tercium jejaknya dan berhasil menciptakan unsur kejutan – jenazah keenam jenderal cukup menjadi bukti. Namun, kejutan ini berumur pendek. Rupanya Aidit tidak menyadari bahwa pihak-pihak lain di dalam kepemimpinan Angkatan Darat dan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) telah menunggu dengan sabar peristiwa semacam G-30-S, dan sudah pula menyiapkan rencana untuk menanggapinya. Sementara jenderal-jenderal dan staf kedutaan besar tidak memperhitungkan G-30-S akan meletus pada 1 Oktober, dan akan membunuh separo dari staf Yani, mereka memang memperhitungkan akan ada semacam aksi dramatik yang melibatkan PKI. Mereka sudah menunggu-nunggu sebuah dalih untuk menghantam partai dan merongrong pemerintahan Sukarno. Tanpa ia sadari Aidit bertindak sesuai dengan keinginan mereka.

Seperti dokumen-dokumen AS yang telah dideklasifikasikan mengungkap, pada 1965 jenderal-jenderal itu sadar bahwa mereka tidak bisa melancarkan kudeta dengan gaya lama terhadap Sukarno – ia terlalu populer. Mereka memerlukan dalih. Dalih paling baik yang mereka temukan ialah sebuah percobaan kup yang gagal dan bisa dipersalahkan kepada PKI. Angkatan Darat, dalam rencana cadangannya, telah menyusun sebuah rencana permainan: mempersalahkan PKI karena percobaan kup, melancarkan perang total terhadap partai, mempertahankan Sukarno sebagai presiden boneka, dan tahap demi tahap mengangkat Angkatan Darat masuk ke pemerintahan. Angkatan Darat secara teratur menyampaikan informasi terbaru tentang rencana mereka kepada Kedutaan Besar AS dan tahu bahwa institusi ini dapat mengharapkan AS untuk bantuan diplomatik, militer, dan ekonomi jika waktu pelaksanaan rencana telah tiba. Gerakan 30 September menerobos sebuah institusi bersenjata, yang mengetahui dengan tepat bagaimana harus bereaksi. Bahkan andaikata PKI tidak terlibat sekalipun, hampir bisa dipastikan kesalahan akan dilemparkan kepadanya. [baca selanjutnya: 'Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto']

Tidak ada komentar: